Selasa, 04 September 2007

'Pagar Tepi Barat harus dipindah'



Mahkamah Agung Israel memerintahkan agar pemerintah mengubah rute pagar pemisah di Tepi Barat yang berada di desa Bilin, yang menjadi fokus utama aksi protes anti pembangunan pembatas itu.

Pihak MA menerima banding yang diajukan oleh warga Bilin, yang mengatakan akibat pagar pemisah itu mereka tidak bisa mengakses 50% lahan pertanian mereka.

Aksi protes mingguan untuk menentang pagar itu sudah berlangsung di Bilin selama dua tahun.

Pemerintah Israel mengatakan pagar itu adalah langkah keamanan namun warga Palestina memandangnya sebagai kebijakan ilegal untuk merebut lahan mereka.

Mahkamah Keadilan Internasional pada tahun 2004 mengeluarkan putusan yang tidak mengikat bahwa pagar pemisah itu melanggar hukum internasional karena dibangun di wilayah yang diduduki Israel dan harus dibongkar.

'Tidak diperlukan'

Para wartawan mengatakan putusan terbaru MA Israel ini adalah pukulan yang memalukan bagi pemerintah Israel di desa yang menjadi simbol penentang terhadap pagar pembatas tersebut.

"Kami tidak yakin berdasarkan alasan keamanan dan militer bahwa pagar itu perlu dipertahankan pada jalur yang melintasi lahan di Bilin," tulis Ketua MA, Dorit Beinish.

Putusan MA ini bisa menggagalkan rencana perluasan proyek pemukiman baru, Matityahu East, yang dibangun tanpa persetujuan dari aparat berwenang Israel.

Salah seorang penyelenggara aksi protes di Bilin, Abdullah Abu Rahma menyebut putusan MA itu "sangat baik" dan meminta agar putusan segera diterapkan.

Kementerian pertahanan Israel yang bertanggungjawab atas pembangunan pagar tinggi itu mengatakan dalam pernyataannya bahwa mereka akan "mempelajari putusan itu dan menghormatinya".

Seluruh pemukiman Israel di Tepi Barat, daerah yang direbut Israel dalam perang tahun 1967, dinyatakan ilegal berdasarkan hukum internasional, namun Israel membantahnya.

Perdana Menteri Palestina kecam serangan

Perdana Menteri Palestina mengutuk serangan Israel dan menuduh negara itu berencana menghancurkan pemerintah pimpinan Hamas.



Dalam pemunculan pertamanya sejak Israel melancarkan serbuan, PM Ismail Haniya mengatakan, Hamas tidak akan mengubah kebijakannya.

Dia juga mengatakan, serangan-serangan Israel mempersulit perundingan mengenai pembebasan seorang serdadu Israel yang ditawan.

Haniya mengeluarkan pernyataan itu sementara Israel terus mengincar militan Palestina, termasuk serangan udara yang mengenai sebuah mobil di pinggiran Gaza.

Mereka yang diincar itu diyakini anggota kelompok Jihad Islam. Tiga orang terluka, kata sumber-sumber medis Palestina.

Serangan Israel di Gaza mulai dilancarkan hari Selasa.




Saat berbicara hari Jumat di Gaza City, Haniya mengatakan, Israel memanfaatkan ditawannya Gilad Shalit oleh militan Palestina sebagai dalih untuk menjatuhkan pemerintahannya.

"Perang total ini adalah bukti rencana yang telah disusun sebelumnya," kata Ismail Haniyah kepada jamaah masjid di Gaza City di di Gaza.

Menurut Haniya, penahanan belasan pejabat Hamas oleh Israel hari Kamis "dimaksudkan untuk membajak posisi pemerintah [Palestina], tapi kita katakan tidak akan ada posisi yang dibajak. Pemerintah tidak akan tumbang," tandasnya.

Kampanye sistematis

Kementerian dalam negeri Israel mengatakan, mencabut hak tinggal para pejabat Hamas setelah mereka tidak memenuhi tenggat waktu untuk melepaskan keanggotaan mereka dalam Hamas.

Para pejabat itu diberi ultimatum bulan Mei.

"Keempat orang itu anggota organisasi teror yang bertujuan menghancurkan negara Israel," kata seorang pejabat senior kementerian dalam negeri kepada kantor berita AFP.

Osama Saadi, pengacara keempat tokoh Hamas itu, mengatakan, dia akan mengajukan banding kepada Mahkamah Agung Israel, seperti dilaporkan kantor berita Associated Press.

Saadi mengutukan langkah itu sebagai bagian dari "kampanye sistematis" Perdana Menteri Ehud Olmert ... terhadap bangsa Palestina dan Hamas".

Jika banding itu ditolak, para anggota parlemen Palestina itu akan diusir dari Jerusalem, dan dicekal untuk leluasa bergerak di dalam Israel.

Sekitar 200 ribu warga Palestina adalah penduduk Yerusalem Timur, yang diduduki Israel tahujn 1967 dan kemudian dicaplok negara itu. Namun, langkah Israel itu tidak mendapat pengakuan internasional.

Kegiatan politik Palestina di bagian timur jota itu dilarang berdasar persetujuan perdamaian sementara.

Palestina menghendaki ibukota negara masa depan mereka berlokasi di Yerusalem timur, sedangkan pemerintah Israel bersikukuh menyatakan, kota itu tidak akan dibagi.

Baku tembak

Selama serangan udara Kamis malam, pesawat-pesawat tempur Israel menembakkan rudal ke kementerian dalam negeri di Gaza City dan menyebabkan gedung itu terbakar. Gedung itu sedang tidak berpenghuni.

Sedikitnya 20 sasaran lain, termasuk kantor kelompok Fatah pimpinan Presiden Otorita Palestina Mahmoud Abbas, kamo-kamp pelatihan militan, gudang senjata di Gaza City, dan lokasi yang dipergunakan untuk menembakkan roket ke Israel.

Seorang anggota kelompok Jihad Islam juga terbunuh akibat serangan militer Israel di Rafah, Gaza Selatan. Dia adalah korban pertama invasi Israel terhadap Gaza.

Laporan-laporan juga menyebutkan terjadi baku tembak sengit antara militan dan pasukan Israel di dekat Jabaliya.

Seorang militan ditembak mati oleh pasukan pendudukan Israel di Nablus, Tepi Barat, kata sumber-sumber Palestina.

Dalam insiden terpisah, Brigade Syuhada Al Aqsa mengatakan telah menahan seorang serdadu Israel di Nablus. Militer Israel mengatakan masih menyelidiki klaim ini.

Awal pekan ini, jasad seorang pemukim Yahudi diculik militan Palestina ditemukan tewas di dekat Ramallah.